Thursday, 28 January 2016

Ada Karaoke Plus Hotel Short-Time

Karaoke NAV Bercampur Hotel ‘’Mauna” Didesain Satu Gedung. Disana Tersedia Purel Bertarif Rp 150 Ribu. Ironisnya Berlokasi di Dekat Balai kota dan Rumah Dinas Walikota


SURABAYA (Surabaya Pagi) – Fenomena prostitusi modus baru telah tumbuh di Surabaya. Telah tumbuh karaoke menyatu dengan hotel sekaligus Purel cantik bertarip miring sekitar Rp 150 ribu, non hubungan intim. Ironisnya, hotel di dalam area karaoke ada yang bersebelahan dengan Balai Kota dan rumah dinas Walikota Surabaya. Tetapi walikota Tri Rismaharini, mendiamkan. Termasuk satpol PP yang berkantor di Jl. Jaksa Agung Suprapto. Gejala apa ini? Apakah Walikota membiarkan prostitusi kelas menengah atas dan merazia prostitusi menengah bawah seperti Dolly.

Tim Surabaya Pagi memantau praktik prostitusi menengah atas di dalam kota, yang dekat Balai kota adalah Hotel Mauna, yang satu atap (satu building) dengan Karaoke NAV di Jl. Walikota Mustadjab. Karaoke dan hotel milik Budi alias Hoek Xing ini hanya berjarak 100 meter dari Balikota Surabaya, tempat Walikota Tri Rismaharini bekerja. Selain itu, ada juga Karaoke di Jl. Dinoyo, yang menyediakan hotel. Baik di Jl. Walikota Mustadjab maupun di Jkl. Dinoyo, menawarkan tarif bermalam singkat alias short-time. Tarif hotel ini untuk rentan waktu 6 (enam) jam dibanderol Rp 200 ribu sedangkan semalam minimal Rp 350 ribu.

Penelusuran Surabaya Pagi, Selasa (4/3/2014), Hotel ‘Maumu’ dan Karaoke NAV itu beda manajemen. NAV menempati lantai satu, sedang enam lantai di atasnya digunakan untuk hotel. Di lantai paling atas juga terdapat tempat hiburan lain berupa bar dan pub. Untuk tamu hotel, mengunjungi bar ini tidak dipungut biaya alias gratis. Namun jika pesan minum dan makanan, tetap dikenakan biaya.

Menurut warga Ondomohen Magersari, usaha bisnis milik Budi alias Hoek Xing itu sudah tiga tahun beroperasi. Dulu bangunan tujuh lantai itu pernah mendapat penolakan dari warga, karena dinilai banyak dampak negatifnya. "Selain membuat bising, warga tidak diberi kesempatan untuk bekerja di tempat itu (NAV dan Hotel Maumu)," sesal perempuan paruh baya yang juga sebagai pengurus RT di Ondomohen Magersari.

Meski tarif Hotel Maumum tak seperti hotel di kampung-kampung, tapi pengunjungnya cukup ramai. Maklum, lokasinya di pusat kota Surabaya. Tarif hotel ini di kisaran Rp 350 ribu-Rp 450 per malam. "Setelah karaoke bisa langsung chek in. Dijamin aman mas, jangan khawatir," kata salah seorang resepsionis hotel meyakinkan wartawan Surabaya Pagi yang menyamar sebagai pengunjung.

“Di lantai 6 ada bar dan pub, mas. Untuk pengunjung hotel gratis, bebas. Cuma, kalau pesan minum, makanan tetap bayar," lanjut pria ini sembari bercanda.

Candaan resepsionis ini, bukan candaan biasa. Pasalnya, banyak tamu hotel yang memanfaatkan karaoke NAV, untuk mencari cewek pendamping atau purel. Hanya saja, NAV tidak menyediakan purel secara langsung. Purel-purel itu freelance, tidak terikat dengan manajemen NAV. "Purelnya bisa bawa dari luar. Bebas kok. Kita gak menyediakan purel," cetus seorang pegawai sambil menunjuk ke arah purel yang hendak ke lift menuju hotel. “Tarif purelnya yang saya tahu Rp 150.000 per jam, mas kenalan aja sendiri. Siapa tahu bisa ditawar, kan lumayan,” imbuh pria ini sambil tertawa kecil.

Sementara itu, warga Ondomohen Magersari Gang V RT 7 RW VIII Kelurahan Ketabang Kecamatan Genteng, hanya bisa mengeluh dengan berdirinya hotel plus karaoke itu. Pasalnya, hampir setiap hari warga terganggu dengan aktifitas di balik hotel dan karaoke NAV. Ruslan (62), salah satu warga Ondomohen Magersari mengatakan, sebenarnya sejak empat tahun beroperasinya tempat karaoke dan hotel itu, warga mengeluhkan kondisi bising akibat suara keras dari tempat karaoke NAV.

“Suara musiknya berisik, kalau siang hari kita gak apa-apa mas. Tapi kalau malam hari kita kan istirahat, sementara suara musik karaoke berisik sampai tengah malam. Apalagi warga di sini umumnya lanjut usia. Pokoknya berisik, sangat mengganggu warga,” keluh pria paru baya itu ketika ditemui Surabaya Pagi, kemarin.

Menurutnya, warga sudah mengadukan persoalan ini ke DPRD. Bahkan, warga sudah menyampaikan masalah tersebut ke pengelola NAV maupun Hotel Mumum. “Kami sudah pernah protes kepada pak Budi yang punya bisnis, kepada DPR kami juga sudah pernah. Tapi DPRD diam saja, tetap saja tidak dihiraukan,” tutur lelaki pensiunan Dishub Surabaya ini.

Langganan Pasangan Mesum

Kondisi serupa juga terlihat di Hotel Istana Permata Jl. Dinoyo. Di hotel ini juga beroperasi tempat hiburan malam Pub dan Karaoke Diamond. Hotel dan tempat hiburan ini begitu mudah diakses, karena letaknya strategis di tengah kota. Tidak seperti Hotel Maumu yang menerapkan tarif per malam, di Istana Permata Dinoyo tarifnya per enam jam sebesar Rp 125 ribu. Kebanyakan pengguna jasa hotel ini usia belia dan karyawan selepas pulang kerja, atau mereka selepas dugem semalaman.

“Setiap hari Sabtu-Minggu hotel ini pasti ramai. Pengunjungnya kebanyakan karyawan, ada juga kaya kita-kita keluar masuk,” kata Salim, pedagang kaki lima di sekitar hotel Istana Permata Dinoyo.

Tukang parkir di depan warung nasi bebek Poernama, juga mengungkapkan hal sama. Selama dia mangkal, pasangan pria-wanita yang keluar masuk hotel ini tak pernah sepi. “Saya nggak mau tahu dengan apa yang mereka lakukan di dalam hotel. Tapi kalau pria dan wanita masuk hotel, mau ngapaian lagi, kalau bukan gituan,” cetus dia.

Sementara tempat karaoke Diamond yang satu atap dengan Hotel Istana Permata Dinoyo itu, juga memberikan akses mudah bagi para tamu hiburan malam untuk menggunakan jasa layanan hotel short time. Tempat Karaoke Diamond tersebut, ditengerai menyediakan akses pintu alternatif untuk masuk hotel. "Iya mas, ada pintu masuk di Diamond yang bisa langsung ke hotel. Tapi harus ngelobi mami dulu," ujar salah satu karyawan Diamond kepada Surabaya Pagi ketika ditemui saat membeli rokok di luar tempat kerjanya.

Salah satu pramusaji karaoke tersebut menambahkan, tarif room karaoke Rp 50.000 per jam, tapi minimal tiga jam pemakaian. “Tarif room sama semua, berkapasitas 6 orang. Minimal pakai 3 jam, jadinya Rp 150.000. Kalau mau pakai purel, beda lagi. Purelnya Rp 50.000 per jam, tapi miniml empat jam, jadi Rp 200.000," terang pria ini yang mengaku hotel Istana Permata dan Diamond beda manajemen.

Disbudparta Kebakaran Jenggot

Pengungkapan ijin hotel dan karaoke yang diobral menjelang penutupan lokalisasi Dolly, membuat pejabat Dinas Kebudayaan dan Pariwista (Disbudparta) kota Surabaya ‘kebakaran jenggot’. “Sebaiknya kalau buat komentar atau statement tidak menyudutkan Walikota dan dinas tertentu,” kata Kepala Bidang Rumah Hiburan Umum (Kabid RHU) Disbudparta Surabaya, Fauzie M Yos, menjawab konfirmasi Surabaya Pagi via Blackberry Messenger (BBM), tadi malam (4/3).

Yos menegaskan pihaknya menerbitkan ijin 300 usaha hiburan pada tahun 2013 dan 35 hotel baru di tahun yang sama, sudah melalui prosedur yang benar. “Teman-teman Pemkot semua bekerja sesuai prosedur dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebut pejabat yang akrab disapa Bang Yos ini. Namun ditanya soal prosedur penerbitan ijin hotel dan karaoke melibatkan siapa saja, apakah harus sepengatuhuan walikota atau cukup rekomendasi Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwista Wiwiek Widayati? Bang Yos tak menjawabnya.

Menanggapi maraknya hotel dan karaoke di Surabaya serta hotel dan karaoke yang didesain satu gedung, Sosiolog Universitas Airlangga (Unair) Bagong Suyanto menyebutnya sebagai dampak persaingan di bisnis hiburan. "Wajar saja itu mas, pebisnis bersaing untuk mendapatkan banyak pengunjung. Sehingga pendapatanya juga bertambah.

Meski begitu, Bagong Suyanto mengkhawatirkan terjadinya prostitusi terselubung jika tidak ada pengendalian dan pengawasan. “Mungkin saja jadi tempat prostitusi, tapi saya belum tahu buktinya secara betul. Ini tugas semua pihak untuk mengawasi. Tidak hanya Pemkot saja,” cetus Bagong yang mengaku terburu-buru karena ada kegiatan akademis.

Sementara itu, Front Pembela Islam (FPI) Jawa Timur belum berani melakukan tindakan, sebelum berkoordinasi dengan semua unsur aparat yang berwenang. Baik itu Kepolisian maupun pemerintah setempat. Pernyataan tersebut dilontarkan Ketua FPI Jatim Bidang Nahi dan Munkar, KH Muhammad Dhofir saat dihubungi Surabaya Pagi, kemarin. Dirinya juga mengaku selama ini belum ada laporan masuk kepada pihaknya. Dan baru tahu justru ketika ditanya terkait hal tersebut. Namun terlepas itu, dirinya menegaskan jika pihaknya sudah resmi mendapat laporan dari masyarakat, pihaknya akan berkoordinasi dengan melaporkan ke pihak keamanan. “Jika tak ada tindakan dari aparat setelah mendapatkan laporan dari kami, barulah kami yang akan bergerak”, tegasnya.

Lebih lanjut KH Dhofir memperingatkan agar Pemkot tak semudah memberikan ijin berdirinya hotel dan tempat hiburan. Pasalnya, pola hidup masyarakat sekarang sudah tidak lagi menggunakan amalan Islam. Juga cenderung melupakan sila pertama Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. “Para pejabat pemerintahan juga sudah banyak yang tak patuh terhadap Pancasila sila pertama tersebut. Bukan Pancasila lagi yang mereka anut, tapi Pancasala. Kami akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian untuk mengantisipasi rusaknya moral bangsa. Dan jika laporan tentang tindakan Pemkot yang memudahkan ijin-ijin tempat mesum itu benar, berarti mereka telah membantu perbuatan yang dilarang oleh Islam dan Pancasila,” lanjut Dhofir.

Terhadap para pengusaha hotel, Dhofir juga mengingatkan agar jika mereka masih bertuhan, seharusnya tak melakukan hal itu. Karena bagaimanapun juga negara ini mempunyai dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain mayoritas Islam, penduduk Indonesia harusnya bertuhan. ”Jika itu tetap mereka (pengusaha hotel ,) lakukan, maka hal itu tidak pantas dan melanggar asas Ketuhanan. Janganlah bertingkah laku seperti masyarakat di negara – negara yang tak bertuhan”, pungkasnya. n

No comments:

Post a Comment